AA. MOJOK.CO - Sebagai mall bekas rumah sakit, cerita mengerikan selalu muncul di sekitar kami, termasuk soal jenazah yang mengganggu tukang sate. Cerita ini aku dapat dari seniorku di tempat kami bekerja—sebuah klinik kecantikan yang berada di sebuah mal di Kota Solo. Kata seniorku, sebut saja namanya Mbak Ratri, mall ini adalah bangunan
BAB I DEFINISI Rumah sakit adalah institusi tempat memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan tujuan penyembuhan penyakit serta terhindar dari kematian atau kecacatan. Dalam melaksanakan fungsinya rumah sakit harus pula mengendalikan atau meminimalkan risiko baik klinis maupun non klinis yang mungkin terjadi selama proses pelayanan kesehatan berlangsung, sehingga terlaksana pelayanan yang aman bagi pasien. Oleh karena itu keselamatan pasien di rumah sakit merupakan prioritas utama dalam semua bentuk kegiatan di rumah sakit. Untuk mencapai kondisi pelayanan yang efektif, efisien dan aman bagi pasien itu diperlukan komitmen dan tanggung jawab yang tinggi dari seluruh personil pemberi pelayanan di rumah sakit sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. Selanjutnya kerjasama tim para pemberi asuhan pasien merupakan prasyarat untuk mencapai tujuan tersebut, dan dilengkapi dengan komunikasi yang baik. Serta tidak dapat dipungkiri bahwa peranan dokter sebagai ketua tim sangat besar dan sentral dalam menjaga keselamatan pasien, karena semua proses pelayanan berawal dan ditentukan oleh dokter. Sebagai instrumen monitoring dan evaluasi maka tidak kalah pentingnya faktor catatan medis yang lengkap dan baik, dimana semua proses pelayanan terhadap pasien direkam secara real timedan akurat. Sehingga apabila terjadi sengketa medis rekam medis ini benar benar dapat menjadi alat bukti bagi rumah sakit bahwa proses pelayanan telah dijalankan dengan benar dan sesuai prosedur, atau kalau terjadi sebaliknya dapat pula berfungsi sebagai masukan untuk memperbaiki proses pelayanan yang ada. Salah satu elemen dalam pemberian asuhan kepada pasien patient careadalah asuhan medis. Asuhan medis diberikan oleh dokter yang dalam standar keselamatan pasien disebut DPJP Dokter Penanggung Jawab Pelayanan dan Dokter Jaga Ruangan sebagai dokter yang membantu DPJP Dokter jaga Ruangan adalah staf dokter di instalasi rawat inap yang melakukan pengelolaan pelayanan kedokteran baik kedokteran gawat darurat ataupun pelayanan non gawat darurat menggantikan peran Dokter Penanggungjawab pelayanan DPJP saat tidak di rumah sakit. Dokter Jaga Ruangan memilik SIP dengan status masih berlaku dan STR yang masih berlaku. Persyaratan dokter jaga ruangan meliputi Terdaftar sebagai staf dokter di rumah sakit Dokter umum STR masih berlaku SIP masih berlaku Mensetujui pernyataan menjaga integritas Memiliki kewenangan klinis Memiliki surat penugasan klinis TUJUAN Panduan ini disusun untuk memudahkan rumah sakit mengelola penyelenggaraan asuhan medis oleh dokter jaga ruangan dalam rangka memenuhi Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit KARS. BAB II RUANG LINGKUP Ruang Lingkup pelayanan dokter jaga ruangan meliputi Instalasi Rawat Inap Anak Instalasi Rawat Inap Dewasa Instalasi Rawat Inap Kebidanan dan Kanduangan Instalasi Rawat Inap Bedah Instalasi Perawatan Intensif Instalasi Perawatan Intermediate Instalasi Perawatan Bayi Resiko Tinggi Instalasi Bedah Sentral Instalasi Kebidanan dan kandungan Pelayanan di instalasi-instalasi diatas meliputi Dokter jaga ruangan wajib melakukan visite pada seluruh pasien ruang rawat inap pada hari kerja dan hari libur Nasional. Memonitor seluruh pasien rawt inap yang gawat atau memerlukan perhatian. Melaporkan pasien yang perlu perhatian kepada Dokter Penanggung Jawab Pasien DPJP . Memeriksa dan membuat status pasien ruangan untuk setiap pasien – pasien rawat inap baru. Memperhatikan dan melaksanakan instruksi yang diberikan oleh Dokter Penanggung Jawab Pasien DPJP . Dapat memberikan pengobatan simptomatik dan live savingkepada pasien yang memerlukan penanganan darurat sebelum Dokter Penanggung Jawab Pasien DPJP datang. Melakukan visite pasien rawat inap setiap kali tugas jaga terutama mengawasi pasien – pasien yang perlu perhatian dan mengisi status perkembangan rawat inap pasien. Membuat buku laporan dalam buku laporan jaga yang memuat Pasien baru Pasien yang memerlukan perhatianPasien yang meninggal,dll Melakukan serah terima dengan dokter jaga pengganti pada waktu pertukaran shift jaga. Membuat surat kematian dan surat rujukan pasien rawat inap jika dibutuhkan Mencatat segala tindakan / terapi yang diberikan didalam status pasien. Berkewajiban aktif didalam pendidikan dan pelatihan yang dilakukan oleh RS BAB III TATALAKSANA Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di rumah sakit baik rawat jalan maupun rawat inap harus memiliki DPJP Di unit / instalasi gawat darurat dokter jaga menjadi DPJP pada pemberian asuhan medis awal / penanganan kegawat-daruratan. Kemudian selanjutnya saat dikonsul / rujuk ditempat on sideatau lisan ke dokter spesialis, dan dokter spesialis tsb memberikan asuhan medis termasuk instruksi secara lisan maka dokter spesialis tsb telah menjadi DPJP pasien ybs, sehingga DPJP berganti. Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP, maka harus ditunjuk DPJP Utama yang berasal dari para DPJP pasien terkait. Kesemua DPJP tsb bekerja secara tim dalam tugas mandiri maupun kolaboratif. Peran DPJP Utama adalah sebagai koordinator proses pengelolaan asuhan medis bagi pasien ybs sebagai “Kapten Tim“, dengan tugas menjaga terlaksananya asuhan medis komprehensif – terpadu – efektif, keselamatan pasien, komunikasi efektif, membangun sinergisme, mencegah duplikasi Apabila DPJP tidak berada di rumah sakit dikarenakan berada diluar jam kerja rumah sakit, maka fungsi dan peran DPJP digantikan oleh dokter jaga ruangan sesuai jadual yang telah ditetapkan rumah sakit. Fungsi dan peran dokter jaga ruangan atau DPJP sementara diberikan sesuai dengan uraian tugas yang telah ditetapkan untuk menyelesaikan dan menangani keadaan gawat darurat yang terjadi di Instalasi Perawatan Rawat Inap di rumah sakit. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP Utama dan DPJP sementara yaitu dokter jaga ruangan dilakukan secara lisan dan tertulis sesuai kebutuhan. Bila ada temuan pencatatan di rekam medis pada formulir Catatan Terintegrasi. Dalam pelaksanaan pelayanan dan asuhan pasien, bila DPJP dibantu oleh dokter lain dokter ruangan, residen, maka DPJP yang bersangkutan harus memberikan supervisi, dan melakukan validasi berupa pemberian paraf / tandatangan pada setiap catatan kegiatan tsb di rekam medis Asuhan pasien dilaksanakan oleh para professional pemberi asuhan yang bekerja secara tim interdisiplin sesuai konsep Pelayanan Fokus pada Pasien Patient Centered Care, DPJP sebagai ketua tim Team Leaderharus proaktif melakukan koordinasi dan mengintegrasikan asuhan pasien, serta berkomunikasi intensif dan efektif dalam tim Dokter Jaga Ruangan harus aktif dan intensif dalam pemberian edukasi/informasi kepada pasien karena merupakan elemen yang penting dalam konteks Pelayanan Fokus pada Pasien Patient Centered Care, selain juga merupakan kompetensi dokter dalam area kompetensi ke 3 Standar Kompetensi Dokter Indonesia, KKI 2012; Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia, KKI 2006 Pendokumentasian yang dilakukan oleh dokter jaga ruangan di rekam medis harus mencantumkan nama dan paraf / tandatangan. Pendokumentasian tsb dilakukan di form asesmen awal medis, catatan perkembangan pasien terintegrasi / CPPT Integrated note, form edukasi/informasi ke pasien dsb. Pada kasus tertentu Dokter Jaga bekerjasama erat dengan Manajer Pelayanan PasienHospital Case Manager, sesuai dengan Panduan Pelaksanaan Manajer Pelayanan Pasien dari KARS, edisi II 2016, agar terjaga kontinuitas pelayanan. Pada setiap rekam medis harus ada pencatatan tentang dokter jaga ruangan, dalam satu formulir yang diisi secara periodik sesuai kebutuhan, yaitu nama dan gelar setiap dokter jaga, tanggal mulai dan akhir penanganan pasien BAB IV DOKUMENTASI Untuk dapat memenuhi standar nasional akreditasi rumah sakit SNARS KARS, maka rumah sakit memerlukan regulasi yang adekuat tentang dokter jaga ruangan dalam pelaksanaan asuhan medis, dan panduan ini merupakan acuan utama bagi rumah sakit. Diperlukan pengaturan yang spesifik untuk setiap rumah sakit karena keunikan budaya, situasi dan kondisi setiap rumah sakit, termasuk juga keunikan budaya tenaga medis. Regulasi harus mencerminkan pengelolaan risiko klinis dan pelayanan berfokus kepada pasien patient centered care. Regulasi tsb diatas agar dapat diterapkan oleh para pemberi asuhan, termasuk dokter jaga ruangan, sehingga terwujud asuhan pasien yang bermutu dan aman. Terlampir dokumentasi dokter jaga ruangan Form Pelaporan dokter jaga ruangan Form Catatan Terintegrasi

1 bahwa dalam upaya pencapaian Visi dan Misi Rumah Sakit diperlukan Kebijakan Pelayanan yang berkualitas; 2) bahwa untuk mendapatkan Pelayanan yang berkualitastersebut diperlukan penetapan Kebijakan Pelayanan di RS ; 3) bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalama dan b, perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah

ArticlePDF Available AbstractPelimpahan kewenangan medis dari dokter DPJP kepada dokter jaga di rumah sakit menimbulkan masalah terkait akibat hukum mengenai siapa yang harus bertanggung jawab ketika terjadi kegagalan upaya medis. Penelitian ini bertujuan untuk 1 menemukan akibat hukum atas pelimpahan kewenangan medis DPJP kepada dokter jaga yang mengakibatkan kegagalan upaya medis bagi pasien. 2 menemukan perlindungan hukum bagi DPJP dan dokter jaga. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan data sekunder dan studi kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan 1 Akibat hukum atas pelimpahan tindakan kedokteran dari dokter spesialis kepada dokter jaga yang mengakibatkan kegagalan upaya medis tanggung jawab hukumnya berada pada dokter spesialis sebagai pemberi pelimpahan sepanjang tindakan kedokteran yang dilakukan dokter jaga sesuai dengan intruksi spesialis. 2 Pelimpahan tindakan medis oleh DPJP kepada dokter jaga terbuka untuk mendapatkan perlindungan hukum secara represif berupa penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui proses mediasi. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2 Halaman 166 - 187PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT Tri Agus Yuarsa Universitas Banten Jaya agusyuarsa DOI ABSTRAK Pelimpahan kewenangan medis dari dokter DPJP kepada dokter jaga di rumah sakit menimbulkan masalah terkait akibat hukum mengenai siapa yang harus bertanggung jawab ketika terjadi kegagalan upaya medis. Penelitian ini bertujuan untuk 1 menemukan akibat hukum atas pelimpahan kewenangan medis DPJP kepada dokter jaga yang mengakibatkan kegagalan upaya medis bagi pasien. 2 menemukan perlindungan hukum bagi DPJP dan dokter jaga. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan data sekunder dan studi kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan 1 Akibat hukum atas pelimpahan tindakan kedokteran dari dokter spesialis kepada dokter jaga yang mengakibatkan kegagalan upaya medis tanggung jawab hukumnya berada pada dokter spesialis sebagai pemberi pelimpahan sepanjang tindakan kedokteran yang dilakukan dokter jaga sesuai dengan intruksi spesialis. 2 Pelimpahan tindakan medis oleh DPJP kepada dokter jaga terbuka untuk mendapatkan perlindungan hukum secara represif berupa penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui proses mediasi. Kata Kunci Pelimpahan Kewenangan Medis, Akibat Hukum, Perlindungan Hukum ABSTRACT Delegation of medical medical authority from doctor DPJP to a doctor on duty in the hospital cause problems related to legal consequences regarding who should be responsible when it occurs failure of medical efforts. This study aims to 1 determine the legal consequences of the transfer of medical specialist DPJP to the doctor on duty which results in the failure of medical efforts for patients. 2 know the legal protection for DPJP and doctors study uses a normative juridical approach, with secondary data and library research analyzed qualitatively. The results of the study show 1The legal consequences of the delegation of medical actions from specialist doctors to doctors on duty resulted in the failure of medical efforts for patients doctor on guard according to specialist instructions. 2 Delegation of medical action by DPJP in charge of the patient to the doctor on duty open get repressive legal protection in the form of dispute resolution outside the court through a mediation process. Keywords Delegation Medical Authority, Legal Effects, Legal Protection Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pelayanan rumah sakit semakin terus ditingkatkan, sebagai upaya meningkatkan pelayanan di rumah sakit, namun beberapa tahun belakangan ini rumah sakit mulai mendapat banyak sorotan dari masyarakat karena adanya kasus-kasus pelayanan kurang baik yang mengakibatkan rumah sakit terkena imbas diminta untuk dapat Hal-hal yang menyangkut pelayanan, masih banyak rumah sakit belum memiliki aturan-aturan yang tidak sesuai dengan aturan yang ditentukan dan mengakibatkan rumah sakit mendapat tuntutan hukum yang sakit sering dianggap sebagai lembaga sosial yang kebal dari tanggung jawab hukum berdasarkan doctrin of charitable immunity,3 sebab menghukum rumah sakit untuk membayar ganti rugi sama artinya dengan mengurangi asetnya, yang pada gilirannya akan mengurangi kemampuannya untuk menolong masyarakat banyak. Terjadinya perubahan paradigma perumahsakitan, ketika rumah sakit menjadi institusi yang padat modal, padat teknologi, dan padat tenaga sehingga pengelolaan rumah sakit tidak bisa semata-mata sebagai unit sosial, dan rumah sakit mulai dijadikan sebagai subjek hukum dan sebagai target gugatan atas perilakunya yang dinilai hukum yang dapat timbul dari pelayanan rumah sakit ketika tindakan medis yang seharusnya dilakukan dokter penanggung jawab pasien DPJP tetapi dilakukan oleh dokter umum yang berjaga. Tindakan medis yang dilakukan dokter jaga terhadap pasien akan menjadi masalah hukum bagi dokter dan rumah sakit ketika tindakan tersebut merugikan pasien, sedangkan tindakan tersebut adalah sebuah pelimpahan tugas yang seharusnya dilakukan oleh Dokter 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755/MENKES/PER/IV/2011Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit 2Handari, Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1983. 3Missialos, Dixon, Figuares and Kutzin, Funding Health Care Option for Eurofa, Open University Press, Philadelphia, 2003, Hlm 267 4 Anonimus, Manajemen Rumah Sakit, Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit Hospital By Lawss, Hlm. 3. Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT Penanggung Jawab Pasien untuk selanjutnya disebut DPJP. Ketika kerugian yang diderita pasien akibat tindakan tersebut berakibat fatal maka muncul permasalahan hukum khususnya hukum Ketika dokter DPJP melimpahkan tugasnya kepada dokter jaga apakah secara hukum telah terjadi pengalihan tangungjawab dari DPJP kepada dokter jaga. Pertanyaan selanjutnya ketika pasien dirugikan akibat pelimpahan tugas tersebut, apakah dokter jaga harus ikut bertanggung jawab atau tidak. Praktek pelimpahan tugas medis DPJP kepada dokter jaga di beberapa rumah sakit tidak menggunakan format yang menjelaskan pemisahan tanggung jawab sehingga apabila terjadi kegagalan upaya medis tidak ada form baku yang menjelaskan bagaimana bentuk tanggung jawab hukumnya. Dalam praktek pelimpahan kewenangan medis dilakukan hanya via telepon, massanger atau media sosial. Artinya tindakan medis yang dilakukan dokter jaga atas petunjuk dokter DPJP hanya melalui telepon atau pesan singkat. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran terjadinya miskomunikasi yang menimbulkan kesalahan dalam pengambilan tindakan medis. Media komunikasi antara dokter jaga dan dokter spesialis yang diperkenankan adalah melalui jalur privat seperti telepon atau dengan media sosial jenis privasi tinggi dan terenkripsi end-to-end user sangat baik. Wajib dihindari menggunakan media sosial yang bersifat publik atau dengan fitur privasi dan enkripsi Kesalahan tindakan medis yang disebabkan salah mencerna informasi berakibat munculnya tuntutan hukum dari pasien atau keluarganya karena pemberian pelayanan kesehatan yang diterima tidak sesuai dengan apa yang menjadi harapan. Masalah yang muncul dalam praktek adalah ketika Dokter jaga berusaha memberikan pertolongan tetapi terjadi kegagalan medis, padahal tindak medis telah dilakukan sesuai standar operasional prosedur dan mengikuti langkah-langkah intruksi yang diberikan oleh DPJP. Dalam posisi ini Dokter jaga sebagai pelaksana tindakan medis dan DPJP sebagai pemberi intruksi, rumah sakit sebagai penyelenggara jasa kesehatan. Akibat hukum atas kegagalan upaya 5 Nurhadi, Malpraktik Medis, Rajawali Press, Jakarta, 2014, Hlm 73 6 Diana Yulianti, Pola Hubungan Dokter dengan Pasien, EGC, Jakarta, 2015, Hlm 84 Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT medis yang disebabkan karena pelimpahan tindakan kedokteran dan bagaimana tanggung jawab dokter spesialis dan dokter jaga merupakan esensi yang perlu dipecahkan secara teoritis agar penegakan hukum terhadap adanya dugaan kegagalan medis tidak melanggar hak asasi manusia. Persoalan kegagalan medis yang disebabkan karena kesalahan prosedur komunikasi antar dokter DPJP kepada dokter jaga perlu dilihat dari perspektif tenaga medis sebagai seorang profesional yang berhak memperoleh perlindungan hukum sebagaimana amanat Undang-undang Praktik Kedokteran karena secara faktual bisa saja perbuatannya masuk kategori perbuatan pidana tetapi dilihat dari segi niat “mens rea” baik dokter DPJP maupun dokter umum/jaga tidak memiliki niat yang jahat untuk mencederai pasien justru yang dilakukan adalah sebaliknya yaitu melakukan upaya untuk memberikan kesembuhan dasar itu masalah akibat hukum dan perlindungan hukum atas pelimpahan kewenangan medis dokter spesialis DPJP kepada dokter jaga yang mengakibatkan kegagalan medis memerlukan kepastian hukum agar penegakan hukumnya dapat dilakukan secara proporsional dan tidak boleh keliru menerapkan sanksi kepada pihak yang tidak bersalah sekaligus membutuhkan kajian mengenai upaya perlindungan hukum yang bisa diterapkan kepada dokter DPJP, dokter jaga dan rumah sakit. II. Identifikasi Masalah 1. Bagaimana akibat hukum atas pelimpahan kewenangan medis dari dokter spesialis DPJP kepada dokter jaga yang mengakibatkan kegagalan upaya medis bagi pasien? 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap dokter spesialis DPJP dan dokter jaga atas kegagalan pelayanan kesehatan pasien akibat pelimpahan kewenangan medis? 7Sofwan Dahlan, Perlindungan Dokter Dan Pasien Terhadap Kemungkinan Malpraktek, Aspek Hukum dan228Pencegahan, Seminar dalam rangka memperingati 64 tahun Rumah Sakit Elisabeth, Semarang, 1992, Hlm 63 Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT III. Metode Penelitian Penulisan ini menggunakan metode yuridis normative karena mengkaji peraturan di bidang kewenangan medis antara dokter spesialis dan dokter jaga. Data yang digunakan adalah data sekunder dan pengumpulan data menggunakan studi dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan teknik kualitatif karena tidak menggunakan rumus dan angka. B. PEMBAHASAN I. Akibat Hukum Atas Pelimpahan Kewenangan Medis DPJP Kepada Dokter Jaga Yang Menyebabkan Kegagalan Upaya Medis Bagi Pasien Akibat hukum merupakan akibat yang ditimbulkan oleh peristiwa hukum, karena suatu peristiwa hukum disebabkan oleh perbuatan hukum, sedangkan suatu perbuatan hukum juga dapat melahirkan suatu hubungan hukum, maka akibat hukum juga dapat dimaknai sebagai suatu suatu akibat yang ditimbulkan oleh adanya suatu perbuatan hukum dan/atau hubungan hukum. Syarifin mengatakan akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek hukum terhadap objek hukum atau akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu oleh hukum yang bersangkutan telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat kesehatan dokter DPJP kepada pasien terutama pada kondisi kegawatdaruratan harus dilaksanakan secara optimal dan hati-hati, karena jika tindakan medik tidak dilaksanakan secara hati-hati akan menimbulkan kerugian pada pihak pasien. Kerugian yang diderita pasien dapat berupa kerugian fisik seperti cacat bahkan sampai pada kematian. Atas kerugian yang timbul dari hubungan dokter-pasien ini maka dokter dikatakan telah melakukan malpraktek/kesalahan professional medical malpractice. Tuduhan kepada dokter yang telah melakukan kesalahan professional ini bila tidak ditangani secara bijak dan baik akan menimbulkan konflik kepentingan antara pasien-8 Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, CV Pustaka Setia, Bandung, 1999, Hlm 71 Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT dokter. Sudikno Mertukusumo menyatakan bahwa konflik kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok orang yang diharapakan untuk akibat hukum yang harus ditanggung oleh dokter manakala tindakan kedokteran yang dilakukan tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan dalam arti tindakan itu mengalami gagal medis yang mengakibatkan kerugian pasien. Ruang pasien atau keluarganya sangat terbuka untuk melakukan tuntutan hukum kepada dokter dan mungkin saja kepada rumah sakit. Persoalan yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana akibat hukum yang ditimbulkan dari pelayanan kesehatan yang mengalami kegagalan dan sejauhmana tanggung jawab dari masing-masing pihak dokter spesialis dan dokter DPJP. Secara yuridis akibat hukum kegagalan pelayanan medis yang ditimbulkan karena pelimpahan kewenangan telah diatur dalam Pasal 23 Peraturan Menteri Kesehatan No 2052/Menkes/Per/X/2011 Tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran 1 Dokter atau dokter gigi dapat memberikan pelimpahan suatu tindakan kedokteran atau kedokteran gigi kepada perawat, bidan atau tenaga kesehatan tertentu lainnya secara tertulis dalam melaksanakan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi. 2 Tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat dilakukan dalam keadaan di mana terdapat kebutuhan pelayanan yang melebihi ketersediaan dokter atau dokter gigi di fasilitas pelayanan tersebut. 3 Pelimpahan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan ketentuan a. Tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan; b. Pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi pelimpahan; 9Sudikno Mertukusumo, Tinjauan Informed Consent dari segi Hukum, Seminar Obat dan Informed Consent, Komisi Pengabdian Masyarakat Fakultas Kedokteran UGM - YLK & PERHUKI DIY, Yogyakarta, 1992, Hlm 1 Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT c. Pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan; d. Tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk mengambil keputusan klinis sebagai dasar pelaksanaan tindakan; dan e. Tindakan yang dilimpahkan tidak bersifat terus menerus. Aturan Pasal 23 ayat 3 huruf c tersebut menjawab persoalan yang selama ini dipertanyakan dalam diskursus ilmu hukum tentang kepada siapa tanggung jawab hukum itu disematkan. Jadi menurut ketentuan di atas tindakan medis yang dilakukan dokter DPJP menjadi tanggung jawab dokter spesialis, namun dengan catatan apabila tindakan itu masih sesuai dengan pelimpahan yang diberikan, dalam arti dokter DPJP melaksanakan tindakan tidak menyimpang dari intruksi dokter spesilais. Seorang dokter spesialis sebelum memberikan intruksi biasanya menilai kemampuan dokter jaga dan tidak akan memberikan intruksi medis di luar kompetensinya kecuali dalam kondisi gawat darurat, dimungkinkan tindakan tersebut dilakukan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 22 Peraturan Menteri Kesehatan No 2052/Menkes/Per/X/2011 Tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran bahwa 1 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran harus sesuai dengan kewenangan dan kompetensi yang dimiliki. 2 Dalam rangka memberikan pertolongan pada keadaan gawat darurat guna penyelamatan nyawa, dokter atau dokter gigi dapat melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi di luar kewenangan klinisnya sesuai dengan kebutuhan medis. 3 Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 harus dilakukan sesuai dengan standar profesi. Dalam kondisi gawat darurat seorang dokter jaga dimungkinkan untuk melakukan tindak medis untuk penyelematan nyawa pasien sepanjang tindakan itu sesuai dengan standar profesi. Batasan standar profesi adalah batasan kemampuan knowledge, skill and professional attitude minimal yang harus dikuasai oleh seorang dokter. Tindakan medis di luar kewenangan ini bersifat urgen, dokter jaga tidak mempunyai pilihan lain selain melaksanakan sendiri tindakan tersebut, karena dalam hukum pidana bila seseorang tidak menolong orang yang membutuhkan pertolongan dapat dikenakan sanksi pidana. Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT Keadaan ini hanya berlaku untuk kondisi kegawatdaruratan sepanjang dokter jaga bisa menghubungi dokter spesialis maka tindakan medis itu sebaiknya dilakukan oleh dokter yang memiliki kompetensi untuk menghindari kegagalan upaya pelayanan medis dan menghasilkan mutu medis yang baik sesuai dengan harapan pasien. Dokter jaga di rumah sakit dari segi kelaziman biasanya hanya melakukan tindakan awal seperti 1. Menegakkan diagnosis 2. Menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien 3. Melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi Persoalan akibat hukum kegagalan upaya pelayanan medis dalam konteks pelimpahan kewenangan dalam kacamata hukum bisa dilihat bahwa akad terapeutik itu disematkan pada dokter spesialis yang memberikan intruksi tanpa memperhatikan apakah dokter tersebut terjadwal atau tidak pada waktu memberikan pelimpahan, dokter jaga dalam konteks ini bertindak sebagai pelaksana kewenangan sekaligus sebagai pelaku fungsional karena berposisi sebagai orang yang melakukan perbuatan namun menurut Permenkes dokter jaga tidak ikut bertanggungjawab kecuali melakukan tindakan kedokteran di luar intruksi dokter spesialis maka spesialis tidak ikut bertanggungjawab. Dalam hukum pidana kesalahan menjadi unsur yang esensial dalam menentukan apakah seseorang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya atau tidak. Dalam hukum pidana dikenal asas “tiada pidana tanpa kesalahan” geen straf zonder schuld. Asas ini merupakan prinsip utama dalam menentukan pertanggungjawaban hukum secara pidana. Unsur kesalahan dalam diri pelaku tindak pidana inilah yang akan menjadi dasar pertimbangan bagi hakim atau syarat umum untuk menjatuhkan pidana. Transaksi terapeutik adalah transaksi antara dokter dan pasien untuk mencari atau menemukan terapi sebagai upaya penyembuhan penyakit oleh dokter yang didukung oleh dua macam hak yang sifatnya mendasar dan yang lebih bersifat individual, yaitu hak atas informasi the right to informations dan hak untuk menentukan nasib sendiri the right of self determination. Persetujuan yang terjadi diantara dokter dan pasien bukan dibidang pengobatan Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT saja melainkan lebih luas, mencangkup bidang diagnostik, preventif, rehabilitatif maupun promotif maka persetujuan tersebut disebut dengan transaksi terapeutik merupakan hubungan hukum antara pasien dan dokter dimana masing-masing harus memenuhi syarat-syarat dalam aturan hukum atau syarat sahnya perjanjian sebagaimana Pasal 1320 KUHPerdata perikatan ini juga disebut sebagai terapeutik merupakan hubungan hukum antara dokter dan pasien. Transaksi yang digunakan dalam pemberian pelayanan kedokteran merupakan perikatan inspanningsverbintenis yang berorientasi pada upaya. Yang dimaksud upaya disini adalah serangkaian upaya kedokteran untuk memenuhi kebutuhan medis yang dibutuhkan pasien jadi bukan hasilnya melainkan usahanya. Dalam praktik upaya kegagalan medis kerap menimbulkan masalah hukum sehingga terjadi konflik kepentingan antara dokter-pasien, jika konflik ini tidak diselesaikan secara bijak dan baik antara keduanya maka konflik kepentingan ini akan berpotensi menjadi persoalan hukum yang pada gilirannya dapat diselesaikan melalui pengadilan. Perkembangan pelayanan medis melalui pelimpahan medis yang mengakibatkan kegagalan medis ternyata dari berbagai faktor turut mempengaruhi akibat hukumnya sehingga mengakibatkan hubungan hukum tidak terjadi antara dokter-pasien tetapi juga pihak lain yang terlibat dalam tindakan kedokteran. Misalnya, semakin banyak pasien menunggu dan jumlah dokter spesialis terbatas membuat dokter jaga harus menggantikan peran spesialis, ini membuat hubungan hukum terjalin antara dokter spesialis sebagai DPJP, dokter umum sebagai pemberi tindakan medis dan pasien yang menerima pelayanan atau dengan semakin banyak peralatan diagnosis penentuan jenis penyakit dan terapeutik yang digunakan sehingga tidak lagi diperlukan penanganan langsung oleh dokter sendiri sehingga dokter sering lalai dan mempercayakan seluruhnya kepada peralatan medis tersebut. 10M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, Hukum Kedokteran dan Hukum Kesehatan, EGC, Jakarta, 2009, Hlm. 39. Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT Peralatan teknologi medis semakin maju mampu meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan jangkauan diagnosis penentuan jenis penyakit dan terapi penyembuhan sampai kepada batasan yang tidak dibayangkan atau diduga sebelumnya. Namun peralatan teknologi maju modern ini tidak selalu mampu menyelesaikan problema seorang penderita, bahkan ada kalanya menimbulkan efek sampingan bagi pasien seperti misalnya cacat, bahkan sampai mengakibatkan kematian. Perlu disadari pula bahwa ilmu kedokteran bukanlah ilmu pasti sebagaimana halnya matematika. Sebagai contoh ketika dokter jaga membuat diagnosis penentuan jenis penyakit dan menyampaikan kepada spesialis merupakan suatu seni tersendiri karena memerlukan imajinasi serta mendengarkan keluhan-keluhan yang disampaikan pasien dan memerlukan pengamatan yang seksama terhadapnya, sehingga belum pasti hasilnya. Jika upaya itu gagal dalam arti pasien tidak menjadi sembuh, cacat fisik atau bahkan meninggal hal ini merupakan risiko yang harus dipikul bersama baik oleh dokter maupun Perlindungan Hukum Terhadap DPJP dan Dokter Jaga Atas Pelimpahan Kewenangan Yang Mengakibatkan Kegagalan Upaya Medis Berbagai upaya hukum yang dilakukan dalam memberikan perlindungan menyeluruh kepada masyarakat sebagai penerima pelayanan, dokter dan dokter gigi sebagai pemberi pelayanan telah banyak dilakukan, akan tetapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat cepat tidak seimbang dengan perkembangan hukum. Dalam melaksanakan tugas kedoktera baik dokter spesialis maupun dokter jaga perlu mendapatkan perlindungan hukum yang memadai karena mereka tidak memiliki niat jahat untuk melakukan pebuatan melawan hukum, meskipun 11Veronica Komalawati, D., Hukum Dan Etika dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1989, Hlm 13 Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT suatu tindakan kedokteran menimbulkan kegagalan tetapi secara medis hal itu dapat dijelaskan secara etis seorang dokter sebagai tenaga kesehatan profesional untuk memberikan pertolongaan nampaknya telah diajarkan dalam hukum Islam sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 5 bahwa “Tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Bertawakalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksanya” QS Al-Maidah 5 Ayat Al-Maidah memuat tolong menolong antara sesama manusia. Ayat di menerangkan bahwa hendaknya manusia tidak saling mencelakai dan melindungi satu sama lain segala kebaikan akan mendapat pahala di sisi Allah sebagai belak untuk kehidupan akhirat. Perintah untul saling tolong menolong dalam ajaran Islam harus dipandang sebagai ladang untuk beramal baik “amar ma’ruf nahi munkar”, setiap kebaikan akan selalu dicatat dan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda, sebaliknya setiap keburukan akan dicatat dan dibalas dengan balasan yang setimpal. Ayat ini dapat dijadikan pegangan hidup bagi dokter dalam menjalankan profesinya untuk memberikan pertolongan kepada sesama. Oleh karena itu, sebaiknya setiap pelayanan kedokteran seharusnya ditanamkan niat untuk beribadah kepada Allah sehingga berbuah pada dan kebaikan. Sejalan dengan perkembangan modernitas, lahir paradigma kritis pasien terhadap pelayanan kedokteran. Pasien seringkali memiliki dugaan bahwa penyakit yang tidak kunjung sembuh adalah kelalaian dokter dalam menjalankan tindakan medis. Paradigma ini makin menguat ditandai dengan laporan malprakek medis yang mengalami peningkatan hampir di tiap tahunnya. Keadaan demikian membuat profesi dokter membutuhkan perlindungan dalam memberikan pelayanan kedokteran. Hal ini karena peraturan perundang-undangan memberikan perlindungan hukum pada dokter 12 Penjelasan Umum Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT melalui standar pelayanan Dokter mendapatkan perlindungan hukum jika telah melakukan tindakan medis sesuai dengan standar pelayanan kedokteran yang telah ditentukan. Kelemahan perlindungan hukum tersebut melahirkan paradigma defensive medicine yang disebabkan kekhawatiran yang berlebihan dokter atas tuntutan malpraktek medis. Eka Julianta menjelaskan, “Defensive medicine” adalah tindakan kehatian-kehatian dari seorang dokter, dengan melakukan tindakan-tindakan lain, yang sebenarnya tidak diperlukan oleh pasien. Namun untuk tujuan pengamanan akan tuntutan di kemudian hari, dokter merasa perlu melakukan tindakan tersebut”14 Dengan kehati-hatian tersebut, membuat biaya berobat menjadi semakin mahal dan pengobatan tidak maksimal karena dokter memilih atau menghindari tindakan medis yang seharusnya atau tidak perlu dilakukan. Wujud perlindungan hukum yang diberikan oleh standar pelayanan kedokteran adalah memberikan jaminan untuk bebas dari tuntutan malpraktik medis, meskipun dalam tindakan medis yang dilakukan oleh dokter terdapat kerugian pasien. Namun, dengan adanya ketidaklengkapan peraturan perundang-undangan yang disebab oleh tidak disahkannya pedoman nasional pelayanan kedokteran, maka tolak ukur kelalaian seorang dokter dalam menjalankan tindakan semakin samar. Dokter dapat dianggap melawan hukum jika melanggar standar prosedur operasional, sedangkan ketentuan tentang pedoman penyusunan standar prosedur operasional saja belum tengah permasalahan tentang lemahnya perlindungan hukum bagi dokter, diperlukan sebuah kepastian hukum yang dapat lahir melalui reformasi standar pelayanan kedokteran. Kepastian hukum dalam kehidupan hukum merupakan tujuan utama bagi peran hukum dalam masyarakat. Sebab, berbagai 13Pasal 50 Undang-Undang Republik Indonesia No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 No 116. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No 4431 14 Machli Riyadi, Hukum Kesehatan, Keselamatan Pasien Adalah Hukum Yang Tertinggi, Agroti Sallos Lex Suprima Tinjauan Yuridis Dalam Kajian Penelitian, Selasar, Surabaya, 2011, Hlm 4 15 Adami Chazawi, Malpraktik Kedokteran Tinjauan Norma dan Doktrin Hukum, Bayumedia Publhising, Malang, 2007, Hlm 26 Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT tujuan hukum yang ada jika hendak direduksi pada satu hal saja hanya akan berpusat pada ketertiban order.16 Dengan adanya reformasi standar pelayanan kedokteran ini, maka dokter dalam menyelenggarakan praktik kedokteran memiliki jaminan hukum yang kuat atas hak-haknya. Sehingga, ketertiban-kepastian-keadilan dalam penyelenggaraan praktik kedokteran akan dapat terwujud. Untuk mendapatkan perlindungan hukum seorang dokter harus menjalankan kewajiban klinis sesuai yang diamanatkan Pasal 51 huruf a Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa “Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien “ Kewajiban ini melekat bagi setiap dokter yang menjalankan praktik kedokteran karena sebagai seorang profesional mereka terikat dengan aturan-aturan di bidang kedokteran sebagai acuan untuk mengukur kualitas mutu pelayanan medis. Apabila dokter telah menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai standar pelayanan medis dan standar pelayanan operasional maka secara hukum berhak mendapat perlindungan hukum. Norma hukum yang bisa digunakan tolak ukur kapan dokter berhak atas perlindungan hukum diatur dalam Pasal 50 huruf a Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran apabila “Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional” Yang dimaksud dengan "standar profesi" menurut Penjelasan Pasal 50 UU Praktik Kedokteran adalah batasan kemampuan knowledge, skill and professional attitude minimal yang harus dikuasai oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi, sedangkan yang dimaksud dengan "standar prosedur operasional" adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang 16 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan Kumpulan Karya Tulis, Alumni, Bandung, 2002, Hlm 3. Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. Standar prosedur operasional memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi. Aturan dalam Pasal 50 huruf a di atas sangat tegas memberikan acuan bagi dokter, agar bisa dilindungi wajib menjalankan pelayanan kedokteran sesuai standar pelayanan medis dan operasional. Artinya secara normatif dokter berhak atas perlindungan hukum sepanjang dalam menjalankan praktik tidak menyimpang dari standar pelayanan medis dan operasional yang telah ditetapkan rumah sakit. Sebaliknya bila terjadi penyimpangan maka dokter tidak memiliki dasar yang kuat untuk mendapat perlindungan karena telah nyata melakukan kesalahan. Kesalahan menjadi unsur yang esensial dalam menentukan apakah seseorang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya atau tidak. Dalam hukum pidana dikenal asas “tiada pidana tanpa kesalahan” geen straf zonder schuld. Asas ini merupakan prinsip utama dalam menentukan pertanggungjawaban hukum secara pidana. Unsur kesalahan dalam diri pelaku tindak pidana inilah yang akan menjadi dasar pertimbangan bagi hakim atau syarat umum untuk menjatuhkan pidana. Perhatian untuk memberikan perlindungan hukum terhadap dokter sebagai tenaga kesehatan profesional telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan, ada beberapa ketentuan yang mengatur tentang hak dokter sebagai tenaga kesehatan untuk memperoleh perlindungan hukum seperti Pasal 27 Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa 1 Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan pelindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya. 2 Tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. 3 Ketentuan mengenai hak dan kewajiban tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT Ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Tenaga Kesehatan memberikan rambu-rambu bahwa dokter selain berhak mendapat imbalan juga berhak memperoleh perlindungan hukum apabila digugat karena diduga melakukan pelanggaran etik, disiplin maupun pelanggaran hukum. Khusus untuk perlindungan hukum memiliki kedudukan yang sangat esensial karena tuntutan hukum berpotensi mengakhiri karir dan pengabdian dokter kepada masyarakat terutama tuntutan pidana. Pentingnya perlindungan hukum bagi dokter diatur pula dalam Pasal 75 Undang-Undang No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menegaskan bahwa “Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik berhak mendapatkan perlindungan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan” Salah satu peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan hukum dokter dalam memberikan pelayanan medis adalah Pasal 78 Undang-Undang No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menegaskan bahwa “Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya yang menyebabkan kerugian kepada penerimaan pelayanan kesehatan, perselisihan yang timbul akibat kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan” Ketentuan ini mengatur bahwa segala kerugian pasien yang disebabkan pelayanan kedokteran harus diselesaikan terlebih dahulu melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Alternative Dispute Resolution ADR atau Alternatif Penyelesaian Sengketa APS merupakan upaya penyelesaian sengketa di luar litigasi non-litigasi. Dalam ADR/APS terdapat beberapa bentuk penyelesaian sengketa. Bentuk ADR/APS menurut Suyud Margono adalah 1 konsultasi; 2 negosiasi; 3 mediasi; 4 konsiliasi; 5 ADR/APS dalam Undang-Undang No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah konsultasi, negosiasi, 17 Ros Angesti Anas Kapindha, dkk, “Efektivitas dan Efisiensi Alternative Dispute Resolution ADR Sebagai Salah Satu Penyelesaian Sengketa Bisnis Di Indonesia”, Privat Law 1 2, No. 4 2014, Hlm 7. Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Tidak dijabarkan lebih lanjut pengertian dari masing-masing bentuk ADR/APS tersebut dalam UU Bentuk penyelesaian sengketa medik melalui alternatif penyelesaian secara tegas disebutkan dalam Pasal 29 Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menegaskan bahwa Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi. Dalam kehidupan masyarakat yang modern, di mana telah banyak mengerti dan mamahami permasalahan hak dan kewajibannya, di bidang kedokteran masyarakat yang awalnya melihat bahwa semua tindakan pemberi layanan kesehatan dan rumah sakit adalah upaya sosial dan kemanusiaan yang dilakukan semata untuk menolong hasrat hidup seseorang, apabila terjadi kesalahan dalam penanganan terhadap pasien yang dilakukan oleh pemberi layanan kesehatan tersebut merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dan pasien dan/atau keluarganya hanya menerima dengan Prosedur mediasi di pengadilan diatur berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI No 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Pasal 4 dalam Peraturan Mahkamah Agung tersebut menyatakan bahwa “Semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator”.19Tidak menutup kemungkinan untuk kasus sengketa medik dan sesuai juga dengan isi Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Kecuali perkara yang diselesaikan melalui Prosedur Pengadilan Niaga, Pengadilan Hubungan Industrial, Keberatan atas Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan Keberatan Atas Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Dibandingkan dengan metode-metode alternatif penyelesaian sengketa lain yang sering dikerjakan oleh para pihak antara dokter/dokter gigi dan/atau rumah 18 Muhammad Irfan dan Syamsul Hidayat, Mediasi Sebagai Piihan Penyelesaian Sengketa Medik Dalam Hukum Positif Indonesia, Jurnal Ius Kajian Hukum dan Keadilan, Vol 6 No 3 Desember 2018, Hlm 486 19Mohammad Hatta, Hukum Kesehatan &Sengketa Medik, Lyberty Yogyakarta, 2013, Hlm. 18. Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT sakit dengan pasien dan/atau keluarganya, mediasi memberikan penawaran yang integratif dimana prosesnya tidak membutuhkan biaya yang besar serta waktu yang lama, dan tidak menekankan siapa yang menang dan kalah, siapa benar atau salah, tetapi dengan hasil penyeiesaian menang-menang win-win solution. Dalam mediasi sengketa medik biasanya fokus kepada tujuan-tujuan darn pihak yang mensengketakan pasien dan/atau keluarganya yang menjadi pokok permufakatan. Dalam mediasi, para pihak secara langsung membahas apa yang menjadi proses dalam penyelesaian sengketa yang dibicarakan dan secara sukarela serta memberikan informasi apa yang mungkin menawarkan kronologis dan pendekatan yang diharapkan dalam menanggulangi tuntutan. Bertolak dari uraian di atas mediasi dapat digunakan sebagai bentuk utama dalam menyelesaikan sengketa medik, karena dengan mediasi lebih cepat, murah, mudah, dan sifatnya tidak menimbulkan permusuhan yang panjang karena tidak ada yang dikalahkan. Berbeda dengan proses litigasi pengadilan di mana salah satu ada yang dikalahkan sehingga salah satu pihak merasa tidak puas dan rasa permusuhan yang berkepanjangan dapat terjadi. Untuk kepentingan pasien dan/atau keluarganya serta dokter/dokter gigi, dalam proses sengketa medik alternatif penyelesaian sengketa melalui proses mediasi lebih baik daripada melalui proses litigasi pengadilan. Perlindungan hukum bagi dokter spesialis dan dokter jaga dalam menjalankan tugas medis secara teoritits dan yuridis terbuka untuk diterapkan secara preventif maupun represif karena profesi dokter secara sosiologis banyak dibutuhkan oleh masyarakat dan secara hukum dan organisasi profesi berhak atas perlindungan hukum atas tuntutan perdata maupun pidana. Terutama ketika dalam memberikan pelayanan medis dalam kondisi gawat darurat. Berbagai peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan seperti Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang-Undang No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran dan Undang-Undang No 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit menjadi pedoman untuk memberikan perlindungan hukum. Teori penegakan hukum menentukan bahwa baik atau tidaknya Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT pelaksanaan hukum dalam masyarakat sangat dipengaruhi oleh kualitas peraturan perundang-undangan, dalam konteks pelimpahan kewenangan tindakan kedokteran peraturan perundang-undangan tersebut sudah cukup mengakomodir kebutuhan hukum profesi dokter terutama dalam menangani kondisi kegawatdaruratan. Friedman dalam bahasa yang lain mengatakan bahwa undang-undang yang baik good legislation sangat menentukan penegakan hukum dalam tataran law enforcement. Keberadaan berbagai norma yang mengatur tentang perlindungan hukum dokter dalam hal terjadi sengketa medis melalui proses musyawarah di luar pengadilan sudah cukup responsif tinggal dibutuhkan unsur penegak hukum yang bijaksana dalam melihat posisi kasus sengketa medis. Tindakan medis yang dilakukan dokter pada pasien merupakan suatu tindakan hukum maka sebagai suatu tindakan hukum harus didahului dengan suatu perjanjian yang dikenal dengan transaksi terapeutik. Dalam perjanjian ini prestasinya adalah untuk melakukan suatu jasa tertentu berupa pertolongan medik dari dokter dan suatu imbalan prestasi dari pasien. Sehubungan dengan itu, dokter berkewajiban melakukan upaya semaksimal mungkin dengan mengerahkan seluruh keilmuan secara saksama sesuai dengan standar dan prosedur yang berlaku berdasarkan tingkat perkembangan ilmu kedokteran. Sebagai suatu perikatan pada umumnya maka terhadap transaksi terapeutik, berlaku juga ketentuan-ketentuan umum hukum perikatan sebagaimana diatur dalam KUHPerdata buku III yakni hubungan hukum dalam bidang hukum harta kekayaan antara dua pihak yaitu dokter sebagai pemberi pelayanan medis di satu pihak dan pihak lainnya adalah pasien sebagai penerima pelayanan kewenangan medis dalam keadaan gawat darurat secara medis memberikan ruang dokter jaga sebagai penerima pelimpahan melakukan kesalahan seperti melakukan tindakan medis di luar intruksi spesialis atau melakukan tindakan klinis di luar kompetensinya yang bisa menimbulkan kegagalan upaya medis karena tidak diperhitungkan sebelumnya. Keadaan 20 Anna Haroen, Acuan Hukum Dalam Kedokteran, Surabaya, FK Airlangga, Surabaya, 1997, Hlm 45 Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT seperti ini membutuhkan perlindungan karena dokter spesialis maupun dokter jaga tidak memiliki unsur jahat mens rea meskipun ada akibat berupa kerugian pasien. C. PENUTUP I. Simpulan Akibat hukum atas pelimpahan tindakan kedokteran dari dokter spesialis penanggung jawab pasien kepada dokter jaga umum yang mengakibatkan kegagalan upaya medis bagi pasien berdasarkan Permenkes 2052/Menkes/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran tanggung jawab hukumnya berada pada dokter spesialis sebagai pemberi pelimpahan sepanjang tindakan kedokteran yang dilakukan dokter jaga sesuai dengan intruksi/arahan spesialis, dalam hal dokter jaga melakukan tindakan kedokteran tidak sesuai dengan intruksi/arahan spesialis maka akibat hukum atas kegagalan upaya medis tersebut menjadi tanggung jawab personal oleh dokter jaga. Pelimpahan tindakan medis oleh DPJP spesialis kepada dokter jaga/umum di rumah sakit yang mengalami kegagalan upaya medis dan menimbulkan kerugian bagi pasien berdasarkan Pasal 50 huruf a Undang-Undang No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Pasal 27 Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 78 Undang-Undang No 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan terbuka untuk mendapatkan perlindungan hukum secara represif berupa penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui proses mediasi. Proses mediasi memfasilitasi pasien untuk meminta tanggung jawab dokter tanpa harus menuntut ke pengadilan dan memberikan kesempatan bagi dokter untuk memperbaiki kesalahan dengan atau tanpa membayar ganti rugi, sehingga segala tuntutan pasien akibat pelimpahan kewenangan medis dapat diselesaikan di luar pengadilan. Pelimpahan kewenangan medis lazimnya terjadi dalam kondisi kegawatdaruratan untuk mencegah kematian, kecacatan, atau penderitaan yang berat pada Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT seseorang ketika keadaan memungkinkan sesuai standar profesi dan intruksi/arahan yang diberikan spesialis. II. Saran Untuk mengatasi kebutuhan tindakan kedokteran dalam kondisi kegawatdaruratan disarankan kepada rumah sakit untuk melakukan alternatif lain dengan mengurangi potensi permasalahan dengan menempatkan dokter spesialis dengan kompetensi khusus untuk menangani kasus kegawatdaruratan di IGD. Dokter spesialis tersebut berperan sebagai DPJP dalam penatalaksanaan kasus secara medis dalam keadaan darurat terutama pada pasien kritis dan mengerjakan tindakan yang time sensitive yaitu hasilnya baik bila dikerjakan secara segera. Pada keadaan di mana kondisi pasien telah stabil dan diagnosis telah dapat ditetapkan maka pasien dapat dialihkan kepada DPJP bidang keilmuan yang relevan tanpa khawatir adanya penundaan delay yang dapat menurunkan kualitas layanan medis kepada pasien. Perlindungan hukum terhadap DPJP spesialis dan dokter jaga di rumah sakit secara teoritik membuka kemungkinan untuk memperoleh perlindungan hukum yang bersifat represif. Oleh karena itu, disarankan kepada pasien, keluarga, masyarakat atau pihak yang berkepentingan atas sengketa medis akibat pelimpahan kewenangan sebaiknya menempuh jalur alternatif penyelesaian sengketa melalui proses mediasi yang dilaksanakan dengan pertimbangan mengedepankan kepentingan dokter dan pemuihan kerugian pasien akibat kegagalan medis sehingga segala tuntutan pasien dapat diselesaikan terlebih dahulu di luar pengadilan. Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT DAFTAR PUSTAKA A. Buku Adami Chazawi, Malpraktik Kedokteran Tinjauan Norma dan Doktrin Hukum, Bayumedia Publhising, Malang, 2007. Anna Haroen, Acuan Hukum Dalam Kedokteran, Surabaya, FK Airlangga, Surabaya, 1997. Anonimus, Manajemen Rumah Sakit, Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit Hospital By Lawss, 2008. Diana Yulianti, Pola Hubungan Dokter dengan Pasien, EGC, Jakarta, 2015. Handari, Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1983. M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir, Hukum Kedokteran dan Hukum Kesehatan, EGC, Jakarta, 2009. Missialos, Dixon, Figuares and Kutzin, Funding Health Care Option for Eurofa, Open University Press, Philadelphia, 2003. Machli Riyadi, Hukum Kesehatan, Keselamatan Pasien Adalah Hukum Yang Tertinggi, Agroti Sallos Lex Suprima Tinjauan Yuridis Dalam Kajian Penelitian, Selasar, Surabaya, 2011. Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan Kumpulan Karya Tulis, Alumni, Bandung, 2002. Mohammad Hatta, Hukum Kesehatan &Sengketa Medik, Lyberty Yogyakarta, 2013. Nurhadi, Malpraktik Medis, Rajawali Press, Jakarta, 2014. Sofwan Dahlan, Perlindungan Dokter Dan Pasien Terhadap Kemungkinan Malpraktek, Aspek Hukum dan 228 Pencegahan, Seminar dalam rangka memperingati 64 tahun Rumah Sakit Elisabeth, Semarang, 1992. Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, CV Pustaka Setia, Bandung, 1999. Sudikno Mertukusumo, Tinjauan Informed Consent dari segi Hukum, Seminar Obat dan Informed Consent, Komisi Pengabdian Masyarakat Fakultas Kedokteran UGM - YLK & PERHUKI DIY, Yogyakarta, 1992. Syiar Hukum Jurnal Ilmu Hukum Volume 17 Nomor 2PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DOKTER ATAS PELIMPAHAN KEWENANGAN MEDIS DOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT Veronica Komalawati, D., Hukum Dan Etika dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1989. B. Makalah/Jurnal Muhammad Irfan dan Syamsul Hidayat, Mediasi Sebagai Piihan Penyelesaian Sengketa Medik Dalam Hukum Positif Indonesia, Jurnal Ius Kajian Hukum dan Keadilan, Vol 6 No 3 Desember 2018. Ros Angesti Anas Kapindha, dkk, “Efektivitas dan Efisiensi Alternative Dispute Resolution ADR Sebagai Salah Satu Penyelesaian Sengketa Bisnis Di Indonesia”, Privat Law 1 2, No. 4 2014. C. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755/MENKES/PER/IV/2011Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Peraturan Internal Rumah Sakit Hospital By Lawss, Rumah AnonimusSakitAnonimus, Manajemen Rumah Sakit, Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit Hospital By Lawss, YuliantiDiana Yulianti, Pola Hubungan Dokter dengan Pasien, EGC, Jakarta, Dokter Dan Pasien Terhadap Kemungkinan Malpraktek, Aspek Hukum dan 228 Pencegahan, Seminar dalam rangka memperingati 64 tahun Rumah Sakit ElisabethSofwan DahlanSofwan Dahlan, Perlindungan Dokter Dan Pasien Terhadap Kemungkinan Malpraktek, Aspek Hukum dan 228 Pencegahan, Seminar dalam rangka memperingati 64 tahun Rumah Sakit Elisabeth, Semarang, Mertukusumo, Tinjauan Informed Consent dari segi Hukum, Seminar Obat dan Informed ConsentPengantar SyarifinIlmu HukumCv PustakaSetiaSyarifin, Pengantar Ilmu Hukum, CV Pustaka Setia, Bandung, 1999. Sudikno Mertukusumo, Tinjauan Informed Consent dari segi Hukum, Seminar Obat dan Informed Consent, Komisi Pengabdian Masyarakat Fakultas Kedokteran UGM -YLK & PERHUKI DIY, Yogyakarta, Dan Etika dalam Praktek DokterDokter Spesialis Kepada Dokter Jaga Di Rumah Sakit Veronica KomalawatiDOKTER SPESIALIS KEPADA DOKTER JAGA DI RUMAH SAKIT Veronica Komalawati, D., Hukum Dan Etika dalam Praktek Dokter, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, dan Efisiensi Alternative Dispute Resolution ADR Sebagai Salah Satu Penyelesaian Sengketa Bisnis Di IndonesiaRos AngestiAnas KapindhaDkkRos Angesti Anas Kapindha, dkk, "Efektivitas dan Efisiensi Alternative Dispute Resolution ADR Sebagai Salah Satu Penyelesaian Sengketa Bisnis Di Indonesia", Privat Law 1 2, No. 4 2014. JAKARTA PT Medikaloka Hermina Tbk, emiten penyedia jasa kesehatan menyiapkan strategi ekspansif, demi menjaga keberlangsungan usaha sekaligus menjaga potensi bisnis pengelolaan rumah sakit tetap bisa dirangkum oleh perseroan. Disampaikan Direktur Keuangan dan Pengembangan Strategik PT Medikaloka Hermina Tbk, Aristo Setiawidjaja potensi bisnis rumah sakit di Indonesia mencapai angka US$ 20 miliar.
Jasa perawat orang sakit di rumah memiliki banyak manfaat untuk pasien salah satunya dapat membantu menjaga dan merawatnya hingga sembuh. Umumnya jasa perawat orang sakit ini digunakan untuk pasien yang sedang dalam masa pemulihan, mengalami kecacatan dan memiliki masalah kesehatan kronis. Umumnya jasa ini digunakan oleh keluarga pasien atau setelah mendapatkan saran dari dokter. Layanan perawatan ini bisa dilakukan untuk jangka pendek maupun jangka panjang tergantung kebutuhan pasien. Apabila Anda membutuhkan jasa perawat home care profesional dan terpercaya untuk membantu merawat anggota keluarga bisa menggunakan layanan perawat home care Medi-Call Gunakan aplikasi Medi-Call atau hubungi Call-Center 24 Jam untuk mendapatkan layanan perawat home care Medi-Call ke rumah Anda. Medi-Call Layanan Perawat Home Care Ke Rumah Anda Jasa Perawat Orang Sakit dan Manfaatnya Mendapatkan perawatan di rumah dapat memberikan pasien kenyamanan daripada saat berada di Rumah Sakit. Akan tetapi anggota keluarga mungkin memiliki keterbatasan waktu serta pengalaman dalam merawat pasien sehingga membutuhkan bantuan perawat orang sakit. Berikut ini manfaat jasa perawat orang sakit yang perlu Anda ketahui Membantu mengawasi pengobatan pasien Manfaat jasa perawat orang sakit adalah dapat membantu mengawasi pengobatan pasien. Berbeda dengan melakukan rawat inap di Rumah Sakit dimana pasien memiliki perawat, dokter, ahli gizi dan masih banyak lagi yang dapat membantu mengontrol pengobatan. Salah satu tugas perawat home care antara lain memastikan pasien minum obat sesuai jadwal serta mengontrol makanan yang dikonsumsi. Selain itu perawat home care juga dapat membantu memberikan pertolongan pertama pada pasien apabila diperlukan. Merawat dan menjaga pasien sehari-hari Manfaat jasa perawat orang sakit di rumah lainnya yaitu merawat dan menjaga pasien sehari-hari. Saat mendapatkan perawatan di rumah, pasien umumnya mengalami kesulitan untuk beraktivitas sehari-hari khususnya pada pasien dengan kesulitan bergerak serta penyakit kronis. Jasa perawat dapat membantu pasien dalam mandi, berganti pakaian, makan ataupun berjalan-jalan. Dengan adanya penjagaan perawat home care dapat membantu mengurangi resiko jatuh atau terluka pada pasien sehingga Anda tidak perlu khawatir. Merawat luka terbuka Manfaat jasa perawat orang sakit selanjutnya adalah dapat mengobati luka yang terbuka dan bernanah khususnya pada penderita diabetes atau pasien pasca operasi. Luka terbuka dan bernanah apabila tidak mendapatkan perawatan yang tepat dapat memperparah infeksi ke dalam tubuh serta berujung pada amputasi. Bekas jahitan pasien pasca operasi rentan mengalami luka apabila tidak mendapatkan perawatan yang baik. Oleh karena itu mendapatkan perawat luka ke rumah khususnya untuk penderita diabetes dan pasien pasca operasi dapat membantu mempercepat pengeringan luka serta mengurangi resiko infeksi. Anda bisa menggunakan jasa perawat luka ke rumah untuk merawat luka bernanah melalui aplikasi Medi-Call atau hubungi Call-Center 24 Jam. Medi-Call Layanan Perawat Luka ke Rumah Anda Selain manfaat di atas, jasa perawat orang sakit juga dapat menjadi teman bicara pasien sehingga mengurangi rasa sedih dan kesepian. Sebaiknya memilih layanan perawat home care yang profesional dan terpercaya sehingga Anda tidak perlu khawatir. Anda bisa mendapatkan layanan perawat home care profesional ke rumah melalui aplikasi Medi-Call atau hubungi Call-Center 24 Jam. Next ArticleJenis Imunisasi Lengkap Pada Anak yang Perlu Diketahui
PoinMenarik. - Layanan menjaga dan mendampingi pasien di rumah sakit dan membantu memenuhi kebutuhan dasar pasien di rumah sakit. - Dilakukan oleh caregiver terlatih. Cara Penggunaan. - Service ini adalah jasa pendampingan pasien di rumah sakit selama 24 jam. - Suster tidak melakukan tindakan medis apapun kepada pasien.
Meski harus work from home atau bekerja di rumah, urusan jaga kesehatan tetap harus menjadi perhatian bagi semua orang. Masalahnya, ketika di rumah tentu kamu jarang sekali bergerak atau bahkan terkena sinar matahari. Hal ini membuat tubuh kamu rentan terkena penyakit karena tidak adanya olahraga ataupun kegiatan yang dapat menggerakkan seluruh badan. Alhasil, bukannya fokus bekerja di rumah, malah sakit dan akhirnya harus izin sakit tidak bekerja ke atasan. Lalu bagaimana sih tips agar tetap fit saat sedang bekerja di rumah? Nah, jangan khawatir, berikut Glints tips jaga kesehatan saat bekerja di rumah. Sisihkan Waktu untuk Berolahraga © Unsplash Menurut Jeff Bullas, salah satu cara terbaik agar tetap sehat saat bekerja di rumah adalah dengan meluangkan waktu untuk berolahraga. Prioritaskan kesehatan fisik saat sedang bekerja di rumah. Pasalnya, jika kamu sakit, otomatis kamu tidak akan bisa menyelesaikan pekerjaan. Pilih waktu yang tepat untuk berolahraga dalam sehari. Misalnya pada pagi hari sebelum bekerja kamu olahraga terlebih dahulu dengan jogging, workouts ataupun aktivitas olahraga lainnya. Jika tidak memungkinkan, kamu bisa melakukannya pada sore hari ataupun pada waktu yang kira-kira nyaman untuk olahraga. Dengan olahraga, fisik kamu akan lebih aktif sehingga kesehatan tubuh akan tetap terjaga. Buat Suasana Kerja yang Tenang © Unsplash Cara terbaik untuk jaga kesehatan di rumah adalah dengan membuat suasana kerja yang menenangkan. Menurut Entrepreneur, membuat ruang kerja yang menenangkan akan mengurangi tingkat stres kamu. Jangan sampai kerja di rumah malah lebih membuat kamu stres karena suara berisik yang keluar dari orang-orang sekitar. Ketika di rumah, tentu kamu mempunyai kendali bebas untuk membuat suatu ruangan yang aman dan menenangkan. Oleh karena itu, atur ruangan senyaman mungkin. Hal ini misalnya bisa dilakukan dengan menaruh pot tanaman ataupun mengatur ruangan yang langsung menghadap ke jendela. Hal ini memungkinkan kamu terhindar dari stres sehingga bisa tetap fokusbekerja Sediakan Makanan Sehat © Unsplash Otak tidak akan bekerja jika perut sedang terasa lapar. Mempersiapkan makanan adalah cara terbaik agar produktivitas kerja tidak menurun. Namun yang perlu diperhatikan adalah usahakan menyediakan makanan-makanan sehat supaya tubuh kamu tetap fit. Sayur-sayuran ataupun buah-buahan segar menjadi salah satu opsi yang tepat untuk menemani kamu saat bekerja di rumah. Kalau bisa hindari makanan cepat saji supaya tubuh terhindar dari lemak berlebih. Meregangkan Otot © Pexels Terkadang, kamu sudah terlalu merasa nyaman saat sudah duduk di kursi sembari menatap layar komputer atau laptop saat bekerja. Namun, ada kalanya kamu harus lepas dari semua itu sejenak, lalu berdiri dan meregangkan otot, kemudian mulai bekerja lagi. Luangkan sekitar 10 atau 15 menit untuk kegiatan tersebut. Hal ini berguna untuk mengurangi nyeri otot serta mata yang terlalu lama menatap laptop. Radiasi layar tentu membuat mata kamu tidak sehat. Jadi, usahakan lepas dari semua itu sejenak agar tetap sehat saat di rumah. Buat Jadwal © Pexels Yang tidak kalah penting, pada malam harinya kamu harus membuat jadwal terkait kegiatan esok hari. Atur jadwal mandi, sarapan, makan siang, olahraga serta hal lainnya secara rinci. Hal ini dilakukan agar kamu mempunyai jadwal yang jelas sehingga kamu tahu apa yang harus dilakukan nanti. Jangan sampai melanggar jadwal tersebut dan lakukan dengan benar. Itu dia beberapa tips jaga kesehatan di rumah saat sedang work from home. Ada beragam informasi lainnya kalau kamu tetap bersama Glints. Yuk jangan lupa sign up dan dapatkan informasi lainnya! Berikutini beberapa diantaranya. 1. Ngomong Keras-keras. Sama dengan di rumah sakit, menurut TS rumah makan juga bukan tempat yang tepat untuk dapat berbicara dengan nada tinggi alias teriak-teriak. Di tempat umum menjaga pembicaraan atau omongan ini adalah bentuk dari sebuah etika yang harus dilakukan, karena tidak semua orang ingin mendengar
Jakarta - Seorang blogger di Mexico memposting sebuah foto dokter jaga yang tidur di atas meja kerjanya pada pukul 3 pagi disertai komentar 'kenapa tidur? banyak pasien memerlukan bantuanmu', 'dokter mempunyai kewajiban untuk melayani'. Sebagai respons atas postingan blogger tersebut, ratusan dokter dari seluruh dunia kompak memposting foto dirinya yang tertidur saat bertugas jaga di rumah sakit, dengan hashtag YoTambienMeDormi saya tertidur juga.Ibarat Pak Ogah yang terlelap di pos rondanya, dokter dan perawat jaga yang tidur pada waktu jaga, dalam pandangan beberapa orang dianggap sebagai kelalaian dan pengabaian terhadap tugas bahkan dianggap tanda kemalasan. Kejadian serupa terjadi di Indonesia. Gubernur Jambi melakukan pemeriksaan mendadak di RSUD Raden Mattaher dan memberikan teguran keras dengan menendang bak sampah, menggebrak meja dan memberikan ancaman mutasi pada dokter dan perawat jaga yang tidur di salah satu ruang jaga rawat inap rumah TwitterPro kontra segera terjadi di masyarakat baik yang mendukung maupun menolak sikap sang gubernur. Masyarakat yang pro mengatakan bahwa seorang dokter jaga tidak boleh tidur karena itulah tugasnya, bahkan ada yang mengatakan 'tidak tidur adalah konsekuensi seorang dokter', 'salah siapa mau jadi dokter' atau 'pengabdian harus ikhlas'. Masyarakat yang kontra mengatakan bahwa sang gubernur melakukan pencitraan, mencari sensasi atau bahkan 'lebay'. Asosiasi profesi dokter dan perawat di berbagai daerah menanggapi dengan mengeluarkan pernyataan sikap atas perilaku Gubernur Jambi. Jam tidur tenaga medis dan paramedis memang menjadi persoalan bukan hanya di Indonesia, namun juga menjadi fokus kajian ilmiah internasional. Manusia bukan mahluknocturnal yang bisa terjaga 100 persen di malam hari. Pola hidup manusia mengikuti Irama Circadian, yaitu siklus yang mengatur jam biologis manusia sesuai dengan perubahan waktu selama 24 jurnal ilmiah menyatakan kesalahan tindakan medis medical error terjadi 30 persen lebih tinggi pada malam hari. Dokter Farquhar seorang dokter spesialis anak dan gangguan tidur pada National Health Service Inggris NHS menyatakan dalam British Medical Journal bahwa NHS harus memberikan waktu tidur minimal 30 menit untuk selama jaga malam. Walaupun dokter dan perawat dibayar untuk tidak tidur, namun hal tersebut merupakan kesalahan besar. Otak manusia tidak dirancang untuk terjaga di malam hari, lanjutnya lagi. Contoh paling sederhana adalah penulisan laporan jaga yang ditulis pada malam hari baru disadari kekeliruannya pada keesokan harinya bahkan oleh dokter dan perawat jaga itu Williamson dalam jurnal Occupation Environment Medicine pada tahun 2000, menyimpulkan bahwa dokter yang kurang tidur mengalami penurunan psikomotor seperti orang mabuk dengan kadar alkohol dalam darah sebesar 0,1 persen, sementara ambang batas aman untuk mengendarai mobil sebesar 0,08 persen. Panduan jaga malam bagi dokter oleh Medical Protection Society, mewajibkan dokter untuk tidur minimal 45 menit pada saat jaga malam hari. Patterson dkk dalam Jurnal penelitian Prehospital Emergency Care tahun 2012 menyatakan bahwa kurangnya waktu tidur bagi dokter berbahaya bagi keselamatan TwitterBerbeda dengan persepsi umum, tenaga medis dan paramedis tidak benar benar tidur lelap selama bertugas jaga, istilah yang dipakai adalah 'short sleep', 'napping', 'siesta', memejamkan mata sejenak, merem ayam dalam istilah jawa. Istilah 'sleep', 'napping', 'siesta' ketiganya jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia artinya sama yaitu 'tidur'. Terkait dengan tingginya kesalahan medis medical error akibat kekurangan waktu tidur dokter, pembatasan jumlah jam kerja dan anjuran 'napping' menjadi regulasi bagi tenaga kesehatan di banyak negara Sleep Disruption Due to Hospital Noises A Prospective Evaluation. Ann Intern Med. 2012Pembagian sistem shift bagi dokter dan perawat berjalan sangat fleksibel, ketika dokter misalnya sedang melakukan operasi penjahitan luka dan melewati waktu pergantian shift jaga, maka tidak serta merta pekerjaan tersebut diserahkan pada dokter jaga berikutnya. Dokter tetap harus menyelesaikan tindakan operasinya sampai selesai walaupun waktu operasinya jauh melampaui waktu pergantian jaganya. Selain itu keterbatasan jumlah dokter menjadikan 'napping'/'siesta' menjadi penting bagi dokter, di Indonesia setelah lepas jaga malam seorang dokter seringkali harus melanjutkan praktiknya atau melayani konsultasi drg Dhanni GustianaDalam dunia medis berlaku istilah 'On-Call room', sistem 'alert' dan 'response time'. Dokter dan perawat berjaga di ruang istirahat bergantian on-call room, dengan catatan harus siap siaga bila ada panggilan sistem 'alert' dan segera melayani pasien yang telah diklasifikasi oleh triase berdasarkan tingkat urgensinya response time.Setiap mahasiswa kedokteran dan tenaga medis yang pertama kali mendapat tugas jaga untuk pertama kali selalu diberi nasihat. Mereka harus pandai pandai mecuri waktu tidur agar dapat melayani pasiennya sebaik medis memang tidak sesempurna film Emergency Room atau Greys Anatomy. Kajian ilmiah seringkali membawa kabar buruk karena data ilmiah seringkali berbeda dengan persepsi. Imam Ali bin Abi Thalib mengatakan jangan menghakimi sesuatu yang kamu tidak mengetahuinya. Gubernur Jambi sebaiknya mengukur kinerja dokter jaga melalui pengukuran sistem 'alert' dan 'response time', apalagi sidak dilakukan di ruang jaga rawat inap bukan di ICU atau HCU. Pada kenyataannya dokter jaga rawat inap sedang berjaga di bangsal anak, karena dokter jaga hanya satu drg Dhanni GustianaLaporan atas buruknya kinerja rumah sakit tidak bisa ditimpakan hanya pada petugas jaga malam, namun lebih ditekankan pada perbaikan sistem secara keseluruhan dengan mengevaluasi kedua pihak. Seorang dokter dan perawat jaga rawat inap setelah menyelesaikan pekerjaannya sesuai standard operating procedure tentu tidak harus berdiri tegak terus menerus di samping jaga di Mexico yang tidur di atas mejanya sampai saat ini masih terus bertugas. "She is not a machine, every doctor will do the same way," demikian pengelola rumah sakit di Mexico merespons 'dosa' sang dokter. Sementara dokter dan perawat di RSUD Raden Mattaher seperti yang beredar dalam video sidak Gubernur Jambi mendapat perintah dipindahtugaskan dari tempat a'lam bishowab.* drg Dhanni Gustiana, dokter gigi yang tinggal di Yogyakarta. vit/vit

Sebab hal tersebut menentukan apakah operasi rumah sakit dapat berjalan optimal, efektif dan efisien. Baca Juga: Yuk Simak Cara Atur Jadwal Kerja di Masa Pandemi COVID-19. Untuk mengoptimalkan pelayanan terhadap pasien, rumah sakit memberlakukan dinas jaga pada malam hari. Biasanya, pekerja yang terlibat dalam dinas jaga malam adalah perawat.

- Ketika pasien menjalani rawat inap di rumah sakit, maka harus mengikuti semua anjuran dari rumah sakit tersebut. Salah satunya menyangkut kebutuhan gizi. Sebab, gizi merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Penyediaan nutrisi dan asuhan gizi di rumah sakit merupakan bagian integral dari patient centered tersebut berkaitan dengan adanya perubahan kebutuhan nutrisi pasien selama perawatan sesuai dengan perkembangan penyakit. Malnutrisi atau kekurangan gizi sering disebut sebagai dampak komplikasi permasalahan klinis yang terjadi di rumah sakit. Baca juga Dokter RSA UGM Ini Tips Jaga Kesehatan Pendengaran Saat Pandemi Malnutrisi dapat menyebabkan penurunan sistem imun hingga komplikasi penyakit, meningkatkan re-admisi, serta kematian. Untuk mencegah hal tersebut, pasien dengan atau berisiko malnutrisi harus diidentifikasi dan diberikan intervensi secara efektif serta nutrisionis/ dietisien berkewajiban melakukan proses asuhan gizi rawat inap serta berkolaborasi dengan multidisiplin yang ada selama pasien dirawat. Melansir laman RSA Universitas Gadjah Mada UGM, Senin 27/12/2021, nutrisionis dari RSA UGM, Okta Haksaica Sulistyo, memberikan penjelasan. Berikut tahapan di dalam asuhan gizi yang dilakukan oleh nutrisionis/ dietisien di rumah sakit 1. Skrining gizi Skrining gizi merupakan proses mengidentifikasi pasien yang mungkin memiliki risiko atau sudah mengalami malnutrisi ketika masuk rumah sakit. Skrining gizi dilakukan 1×24 jam pertama ketika pasien dirawat dan diulang secara berkala mingguan menggunakan alat skrining yang sensitif, spesifik, dan telah divalidasi. Beberapa contoh alat skrining dewasa seperti . 321 238 472 30 359 116 456 165

jaga di rumah sakit